Ketika awal terkenalnya di media sosial, saya yang termasuk sumringah dengan fenomena Afi Nihayati, anak muda yang berpikiran mendalam dibanding seusianya. Ketika tulisan soal agama warisan menjadi viral, saya termasuk yang berharap dia menjadi ikon penanda gerakan berpikir kaum muda bangsa. Munculnya Afi seakan penumbuh harapan ketika yang tua-tua muncul di
media dengan kekonyolan-kekonyolan yang sebenarnya malas untuk dibantah.
Tapi manusia-manusia konyol ini menghimpun banyak pengikut seperti
semut yang merubung segelas susu. Saya seakan putus harapan kenapa
banyak generasi yang harusnya mikir malah ikutan konyol (atau minimal
mendiamkannya). Jadi ini bukan waton nggumunan. Adanya Afi setidaknya
waktu itu menimbulkan harapan. Bukannya mau mengkarbit, ketika yang tua
pun malah membusuk.
Di saat yang sama, ada kubu yang sinis dengan "pencapaiannya". Wajar karena topik yang ia singgung adalah topik sensitif di Indonesia. Indonesia tidak suka berpikir masalah agama, Bung. Yang jelas saya tidak berubah pikiran soal substansi tulisan yang viral itu. Saya hanya berubah pikiran soal personal yang mempopulerkan tulisan itu. Jadi saya pisahkan antara substansi tulisan dan pribadi penulisnya.
Saya mengakui bahwa harapan itu akhirnya musti kandas. Afi hanyalah anak muda yang tidak tahan dengan godaan popularitas. Bukan cuma tuduhan plagiat, cara ia menyikapi masyarakat media sosial pun belum menunjukkan kematangan. Ibarat calon artis tidak kuat panggung. Saya pikir banyak remaja yang begini ini. Mendapat kesempatan untuk unjuk diri lantas lengah dalam menjaga sikap. Setelah unggahan videonya yang misuh itu, mungkin Afi tak butuh lagi pembelaan. Mungkin ia cuma butuh tuntunan dari para seniornya. Dan jelas ia tak perlu dibully balik.
Menulis kekecewaan ini semoga tidak menjadikan saya merasa lebih baik. Pada suatu waktu saya pun pernah sombong dan merendahkan orang juga. Apalagi pada masa seusia dia saya tak melakukan apa-apa yang cukup berarti buat masyarakat. Meski begitu, jatuhnya kredibilitasnya pun bukan berarti membuat unggul para pencacinya (well...mereka bersorak sekarang). Bangsa ini emang paceklik remaja mikir. Atau masa remaja itu belum cukup umur buat mikir ya?
Pengalaman saya sebagai mentor kreativitas beberapa remaja memberikan beberapa pelajaran berikut:
Apa yang musti dipunyai remaja Indonesia?
- Otak yang bisa dipake
- Ngerti etika
- Inisiatif berkarya
- Respect attitude
- Mau terus belajar dan berkembang
Dan apa yang musti diberikan oleh pemerintah?
- -Infrastruktur untuk bakat mereka
Apa yang bisa keluarga dan masyarakat berikan?
- -Pengakuan
- -Lingkungan yang baik