Setelah mundur dari rencana sebelumnya, hari ini, 71 tahun yang lalu, rakyat Indonesia mewujudkan tekad bersama dalam memperingati kemerdekaannya. Lautan rakyat yang berbeda paham bersiap sedia bersatu membanjiri lapangan Ikada. Ancaman bayonet terhunus, senapan mesin, panser, dan tank tidak dapat menyurutkan semangat menggelora rakyat Indonesia yang tergambar dalam spanduk besar yang bertuliskan: "Kalaoe ada orang bertanya berapakah jumlah moe, maka jawablah kami satoe!”
Melihat situasi demikian, akhirnya presiden Sukarno tegas memutuskan menemui rakyat dan menyampaikan amanatnya, "(Tinggallah) Tenang dan Tenteram", yang merupakan pidato tersingkatnya tapi sanggup menyihir ratusan ribu rakyatnya kembali ke tempatnya masing-masing dengan teratur.
Dari peristiwa Rapat Raksasa Ikada itu, sejarawan Rushdy Hoesein menyimpulkan bahwa rakyat Indonesia pada dasarnya mudah disatukan dalam langkah dan geraknya oleh kekuatan dari sebuah figur karismatik serta diarahkan dan dikendalikan untuk tujuan yang positif dengan syarat jangan mengecewakan mereka.
... Karena selalu kecewa, sekarang kita kehilangan itu semua, kita kembali memperjuangkan kepentingan masing-masing, sehingga kemudian kata "kita" itu menjadi "kami".
http://sejarahkita.blogspot.co.id/2006/06/peristiwa-sejarah-lokal-19-september.html
https://www.youtube.com/watch?v=dsheTo6TtVI