Alhamdulillah kami keluarga Blitar menerima jatah zakat fitrah menjelang riyaya ini. Saya bersyukur karena saya pikir pembagian semacam ini telah melewati apa yang disebut adil, kata sederhana namun maknanya bersayap dan begitu dalam. Jadi ketika saya merasa bukan fakir miskin tapi menerima zakat, tidak lantas langsung tersinggung. Selain dua kategori tersebut, ada beberapa kategori lain yang sangat mungkin kami masuk di dalamnya. Salah satunya adalah muallaf, orang yang jarang masuk masjid, tidak bisa mengaji seperti saya bisa dipertimbangkan dengan adil masuk ke golongan ini. Atau termasuk gharim, karena saya menggadaikan sesuatu untuk berhutang. Atau ... saya bisa membesarkan hati sendiri dengan menggolongkan diri ke penempuh jalan Allah. :p
Pada suatu saat ketika kita menyerahkan sedekah ke orang lain, kelak kita akan merasakan penolakan dari seseorang karena rasa keadilan kita berbeda dengan dia. (foto: Satap Tanjungrejo) |
Di luar pemilahan-pemilahan dalam asnaf, menurut saya ada pula pertimbangan lain yang terselinap, misalnya keadaan ekonomi masing-masing individu penduduk suatu daerah yang relatif sama yang membuat pembagiannya lebih pelik.
Apabila hati saya masih juga ngeyel, merasa bukan mustahiq dan tidak mau menerima pembagian zakat, maka saya tidak perlu langsung menolaknya dari amil yang membagikan karena bisa jadi amil kecewa karena pertimbangannya yang menurutnya telah adil tidak dihargai. Saya cukup meneruskan jatah itu, menyerahkannya ke yang menurut saya membutuhkan. Pada suatu saat ketika Anda menyerahkan sedekah tersebut ke orang lain, Anda juga akan merasakan penolakan dari seseorang karena rasa keadilan kita berbeda dengan dia. Setelah memahami rahasia berbagi ini, seharusnya saya tidak perlu risau.
Satu Lagi: Bahagia, Niat dalam Sedekah
Niat ini juga penting. Ada orang berderma karena niat ingin menjadi kaya. Ini tidak salah, karena ada yang menganjurkan demikian. Tapi jika kemudian hari tidak jadi kaya, bukankah yang akan ia rasakan justru kekecewaan? Berderma adalah membantu yang membutuhkan, sehingga seharusnya kita otomatis merasa bahagia saat dapat meringankan kesusahan dan kekurangan orang lain.
Wallahu 'aliimun hakiim.