Penggunaan pronomina atau kata ganti memang menarik. Kadang kita memperdebatkannya karena secara langsung berkaitan dengan kebiasaan kesopanan berbicara/honorifik (politeness). Bahkan, kita pun mendiskusikan pronomina/kata ganti yang ada di kitab suci, misalnya mengapa menggunakan kata ganti "kami" sebagai kata ganti orang pertama tunggal, atau pada konteks apa kata ganti "Son of God" dalam Injil dipakai. Dan, saat hari ini Bu Priska Murtiningsih dari Bengkulu Utara pun memposting tentang kesopanan pronomina, saya pun tertarik untuk menulis komentar. Berhubungan terlalu panjang, komentar sekalian saya tulis di sini sebagai posting blog.
Ada orang yang tersinggung jika dipanggil Anda (dapat dilihat pembahasannya di Rubrik Bahasa), padahal "Anda" pada awalnya tercipta justru untuk sapaan menghormati kata lain.
Lebih lanjut, sila baca etimologi kata "Anda" yang ditulis apik di blog BAHTERA.
Dan yang tak kalah pentingnya, baca tulisan Mas Ivan Lanin mengenai kata "Anda". (baca juga diskusi pada kolom komentarnya yang sangat bermanfaat untuk pengetahuan kita)
Yang menarik, arti kata "Anda" dalam KBBI sekarang bergeser menjadi egaliter (lihat daftarnya di bawah). Panggilan Bapak dan Ibu dianggap sopan oleh orang Jawa, sementara orang Medan terbiasa menggunakan kata "kau". Pada posting Bu Priska, Pak Paul yang berasal dari Palembang mengungkapkan bahwa kata ganti "kamu" justru merupakaan sapaan untuk orang tua dan dipergunakan untuk menghormati.
Dalam menulis surat resmi, kata "Bapak" yang diharamkan pada nama orang khususnya apabila jika ada gelar pun kadang masih harus saya sertakan karena atasan saya memerlukan rasa hormat kepada yang bersangkutan (Persoalan apakah itu merupakan bentuk nyata hegemoni Orde Baru dengan sapaan "Bapak"-nya, perlu pembahasan yang lebih panjang). Saya yang dari pedesaan di Blitar Selatan menganggap "sampeyan" sudah cukup sopan, sementara bagi teman saya yang orang Yogyakarta sapaan akrab itu akan terdengar kasar.
Lebih lanjut, sila baca etimologi kata "Anda" yang ditulis apik di blog BAHTERA.
Dan yang tak kalah pentingnya, baca tulisan Mas Ivan Lanin mengenai kata "Anda". (baca juga diskusi pada kolom komentarnya yang sangat bermanfaat untuk pengetahuan kita)
Yang menarik, arti kata "Anda" dalam KBBI sekarang bergeser menjadi egaliter (lihat daftarnya di bawah). Panggilan Bapak dan Ibu dianggap sopan oleh orang Jawa, sementara orang Medan terbiasa menggunakan kata "kau". Pada posting Bu Priska, Pak Paul yang berasal dari Palembang mengungkapkan bahwa kata ganti "kamu" justru merupakaan sapaan untuk orang tua dan dipergunakan untuk menghormati.
Dalam menulis surat resmi, kata "Bapak" yang diharamkan pada nama orang khususnya apabila jika ada gelar pun kadang masih harus saya sertakan karena atasan saya memerlukan rasa hormat kepada yang bersangkutan (Persoalan apakah itu merupakan bentuk nyata hegemoni Orde Baru dengan sapaan "Bapak"-nya, perlu pembahasan yang lebih panjang). Saya yang dari pedesaan di Blitar Selatan menganggap "sampeyan" sudah cukup sopan, sementara bagi teman saya yang orang Yogyakarta sapaan akrab itu akan terdengar kasar.
Dalam blog ini, sekarang saya pribadi lebih memilih kata Anda sebagai sapaan menghormati daripada kata engkau yang lebih sering dipakai untuk sapaan pada yang lebih rendah kedudukannya, misalnya Tuhan dengan hamba-Nya. Mungkin saja orang religius bisa terpengaruh kata engkau dalam kitab suci sehingga akan merasa kata ganti "engkau" lebih sopan.
Saya sebenarnya lebih menyukai sapaan "Ki", "Ni", "Nyi" yang dipopulerkan oleh Ki Hajar Dewantara melalui Taman Siswa-nya. Kata-kata ini egaliter, namun kemudian saya pikir terdengar jawasentris sehingga bagi orang luar Jawa kesetaraan yang ada di kata-kata tersebut mungkin justru tidak nampak (lihat penggunaannya di video Youtube "Taman Siswa Ki Hajar Dewantara).
Itu berbeda dengan ketika blog ini masih bersifat pribadi, saat itu saya menggunakan kata ganti "aku". Kadang dalam status Facebook, saya juga menggunakan "aku" karena status tersebut bersifat curhat khususnya pada teman-teman akrab di Facebook, bukan pada teman-teman Facebook yang masih memiliki jarak masalah kesopanan dalam sapaan.
Karena penggunaan pronomina menyangkut-paut berbagai faktor di atas, kita perlu melihatnya dalam kerangka etimologi, juga sosiolinguistik. Pada titik inilah peran bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan menjadi bermakna. Dalam penggunaan pronomina, kita bisa berpedoman pada KBBI, sehingga silang sengkarut rasa bahasa, preferensi antarindividu, dan arti yang berlawanan antardaerah dapat dipahami dengan baik tanpa perlu menimbulkan perselisihan.
Karena penggunaan pronomina menyangkut-paut berbagai faktor di atas, kita perlu melihatnya dalam kerangka etimologi, juga sosiolinguistik. Pada titik inilah peran bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan menjadi bermakna. Dalam penggunaan pronomina, kita bisa berpedoman pada KBBI, sehingga silang sengkarut rasa bahasa, preferensi antarindividu, dan arti yang berlawanan antardaerah dapat dipahami dengan baik tanpa perlu menimbulkan perselisihan.
Derajat Kesopanan Kata Ganti Orang Pertama dan Kedua (menurut KBBI)
kamu | : | kata ganti yang diajak bicara; yang disapa (dalam ragam akrab atau kasar) |
engkau | : | yang diajak bicara, yang disapa (dipakai untuk orang yang sama atau lebih rendah kedudukannya), digunakan juga untuk berdoa kepada Tuhan (Engkau) |
kau | : | engkau (umumnya digunakan sebagai bentuk terikat di depan kata lain) |
Anda | : | sapaan untuk orang yang diajak berbicara atau berkomunikasi (tidak membedakan tingkat, kedudukan, dan umur) |
saya | : | orang yang berbicara atau menulis (dalam ragam resmi atau biasa); aku |
aku | : | yang berbicara atau yang menulis (dalam ragam akrab); diri sendiri; saya |