Pada mulanya, yaitu pada awal tahun 1940-an, sebuah teori yang disebut Unique Selling Proposition (USP) diajukan untuk menjelaskan satu pola di antara kampanye-kampanye iklan yang sukses. Istilah ini dibuat oleh Rosser Reeves yang bersifat produk benefit atau feature-oriented. Reeves dalam bukunya Reality in Advertising memberikan definisi USP dalam ada tiga bagian, yaitu:
- Setiap iklan harus membuat sebuah dalil bagi konsumen. Tidak hanya kata-kata, tidak hanya mengiklankan produk secara subyektif dan tidak hanya membesar-besarkan produk yang diiklankan. Setiap iklan harus mengatakan pada setiap pembacanya: "Belilah produk ini, dan Anda akan mendapatkan keuntungan spesifik ini."
- Dalil itu harus tidak dimiliki atau tidak dapat ditawarkan pesaing, oleh karenanya harus unik, baik itu keunikan merek maupun dalil yang tidak dibuat oleh iklan lain.
- Dalil ini harus begitu kuat sehingga bisa menggerakkan konsumen, yaitu menarik pelanggan-pelanggan baru ke produk Anda.
Iklan vs kenyataan |
Istilah USP ini mengacu pada iklan untuk mengomunikasikan sebuah diferensiasi produk. Oleh karena itu, diferensiasi selalu menekankan kualitas dan keunikan hingga tingkat yang sulit ditiru oleh pesaing. Strategi kualitas tinggi biasanya lebih sulit ditiru oleh pesaing. Misalnya, waralaba dengan produk yang unik sangat sulit ditiru oleh para pesaing sehingga hal itu membuat kita lebih berpeluang mendapatkan keuntungan.
Tetapi, dari kelima dimensi diferensiasi yang dilakukan pemasar yang paling sulit ditiru adalah personnel differentiation (diferensiasi personalia) karena diferensiasi personalia terdiri dari sekumpulan sistem aktivitas yang kompleks, unik, dan memiliki unsur-unsur yang intangible (tidak terlihat) yang saling terkait, yaitu kompetensi, kesopanan, kredibilitas, keandalan, responsiveness (cepat tanggap), dan komunikasi. Kompetensi unik yang dimiliki sumber daya internal suatu perusahaan biasanya paling sulit ditiru oleh pesaing. Pandangan berbasis pengetahuan juga mendefinisikan kompetensi sebagai sebuah sumber daya yang intangible, berharga, unik, dan sangat sulit atau akan membutuhkan biaya besar untuk ditiru karena melibatkan proses belajar yang membutuhkan waktu yang lama untuk mengembangkannya. Dalam contoh sederhana, inilah keunggulan kompetitif yang dimiliki Inul Daratista, penyanyi goyang ngebor yang hingga saat ini keunikannya belum bisa ditiru oleh penyanyi dangdut lain yang mengikutinya. Entah berapa lama waktu yang diperlukan oleh Inul untuk berlatih. Salah satu potensi bahaya strategi berbasis kompetensi ini adalah organisasi yang menerapkan bisa sangat kesulitan untuk beralih pada kompetensi lain pada saat kompetensi yang mereka miliki tidak lagi dituntut oleh konsumen. Oleh karena itu, dari perspektif ini, dianjurkan untuk terlebih dahulu mengembangkan kompetensi uniknya, barulah mencari atau menciptakan pasar yang cocok bagi kompetensi tersebut, daripada mengikuti keinginan pasar yang meledak-ledak.
Dalam perkembangan ilmu pemasaran, teknologi yang semakin maju mendorong sebuah perusahaan dapat membuat produk yang sama dengan keunikan, keistimewaan, dan kualitas sama. Menciptakan USP yang sama sekali baru yang belum ada di benak prospek menjadi semakin sulit. Di saat yang sama, konsumen terus dibanjiri dengan iklan-iklan yang tak mereka ingini, dan cenderung membuang semua informasi yang tidak mendapatkan tempat nyaman di dalam benak mereka.
Pada situasi seperti itulah konsep positioning diperkenalkan pertama kalinya diperkenalkan oleh Jack Trout tahun 1969 dalam majalah Industrial Marketing. Konsep positioning ini merupakan tonggak penting dalam ilmu pemasaran karena konsep ini mengajarkan pada kita supaya punya posisi yang berbeda dalam benak konsumen. Selama persepsi konsumen atas produk kita dan atas pesaing kita tidak berbeda, maka produk kita itu hanyalah komoditas semata. Di benak konsumen atau prospek inilah pertempuran berlangsung, hingga kemudian dipopulerkan oleh Jack Trout bersama Al Ries pada tahun 1981 dalam buku bestseller mereka, Positioning – The Battle for Your Mind. |