Pemilihan presiden telah telah berlangsung dramatis. Kini gonjang-ganjing lain tengah berlangsung dewan lembaga legislatif. Isu yang muncul pada pemilihan presiden sebelumnya, meski jarang dipublikasikan, kini kembali aktual untuk kita perbincangkan, yaitu penguatan sistem pemerintahan presidensial di Indonesia. Ini bukanlah masalah jatah bagi-bagi kursi, bukan pula masalah ideologi ekonomi, tapi penting bagi mulus-tidaknya suatu sistem pemerintahan berjalan. Lalu apakah yang dimaksud dengan sistem pemerintah presidensial? Bagaimana sistem pemerintahan presidensial berjalan di Indonesia sekarang? Tulisan ini secara sederhana akan menjelaskannya.
Sistem presidensial |
Presidensial Vs Parlementer
Sistem pemerintahan suatu negara menggambarkan adanya lembaga-lembaga negara, hubungan antar lembaga negara, dan bekerjanya lembaga negara dengan mengikuti satu pola, tata, dan norma tertentu dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan negara yang lazimnya tertulis dalam konstitusi atau UUD. Dalam bukunya Presidensialisme Setengah Hati: Dari Dilema ke Kompromi, Hanta Yuda mengemukakan bahwa Secara sempit, sistem pemerintahan pada hakikatnya merupakan hubungan antara kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan legislatif.Sistem pemerintahan pada umumnya dibagi menjadi dua klasifikasi besar, yaitu sistem pemerintahan presidensial dan sistem pemerintahan parlementer. Karakteristik sistem presidensial berbeda dengan sistem parlementer. Dalam sistem presidensial fokus kekuasaan terpusat pada lembaga eksekutif (presiden), sedangkan dalam sistem parlementer fokus kekuasaan terpusat pada lembaga legislatif (parlemen). Untuk memahami karakteristik sistem presidensial, terlebih dahulu dijelaskan karakteristik sistem parlementer sebagai perbandingan.
Karakteristik Sistem Parlementer
Dalam sistem parlementer, karakteristik yang menonjol adalah pemisahan jabatan kepala negara dengan kepala pemerintahan. Kepala pemerintahan dipegang oleh perdana menteri, sedangkan kepala negara dipegang oleh presiden (raja/ratu/sultan). Sumber legitimasi pemerintahan parlementer berasal dari parlemen. Oleh karenanya perdana menteri beserta kabinetnya bertanggungjawab kepada parlemen. Konsekuensinya, secara politik parlemen dapat menjatuhkan (impeachment) perdana menteri dan dapat membubarkan kabinet. Dengan demikian, stabilitas pemerintahan sistem parlementer bergantung pada dukungan parlemen.Karakteristik sistem parlementer di atas sesuai dengan pendapat Mahfud MD yang ia kemukakan dalam bukunya Dasar & Struktur Ketatanegaraan Indonesia yang meliputi: pertama, kepala negara tidak berkedudukan sebagai kepala pemerintahan karena lebih bersifat simbol nasional (pemersatu bangsa). Kedua, pemerintahan diselenggarakan oleh sebuah kabinet yang dipimpin seorang perdana menteri. Ketiga, kabinet bertanggung jawab kepada parlemen dan kabinet dapat dijatuhkan parlemen melalui mosi. Keempat, kedudukan eksekutif (kabinet) lebih rendah daripada parlemen, karena itu kabinet bergantung pada parlemen.
Karakteristik Sistem Parlementer
Di sisi lain, karakteristik sistem presidensial berbanding terbalik dengan parlementer. Berikut ini karakteristik sistem presidensial menurut pandangan beberapa pakar seperti yang dikutip dalam Presidensialisme Setengah Hati: Dari Dilema ke Kompromi-nya Hanta Yuda:Nama Pakar | Karakteristik Sistem Presidensial |
Giovani Sartori |
|
Douglas Varney |
|
Ball dan Petters |
|
Heywood |
|
Arend Lijphart |
|
Sementara itu, Jimly Asshiddiqie menyebutkan beberapa karakteristik sistem presidensial dalam bukunya Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia. Pertama, presiden dan wakil presiden merupakan satu institusi penyelenggara kekuasaan eksekutif negara yang tertinggi di bawah UUD. Dalam sistem ini tidak dikenal dan tidak perlu dibedakan adanya kepala negara dan kepala pemerintahan. Kedua, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat, dan karena itu secara politik tidak bertanggung jawab kepada MPR atau lembaga parlemen, melainkan bertanggung jawab langsung kepada rakyat yang memilihnya. Ketiga, presiden dan atau wakil presiden dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum apabila presiden dan atau wakil presiden melakukan pelanggaran hukum dan atau konstitusi. Keempat, dalam hal terjadi kekosongan dalam jabatan presiden dan atau wakil presiden, pengisiannya dapat dilakukan melalui pemilihan dalam sidang MPR. Akan tetapi, hal itu tetap tidak mengubah prinsip pertanggungjawaban kepada rakyat, dan tidak kepada parlemen. Kelima, para menteri adalah pembantu presiden dan wakil presiden. Menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Dan karena itu bertanggung jawab kepada presiden bukan dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen. Keenam, untuk membatasi kekuasaan presiden yang kedudukannya dalam sistem presidensial sangat kuat sesuai dengan kebutuhan untuk menjamin stabilitas pemerintahan, ditentukan pula bahwa masa jabatan presiden lima tahunan tidak boleh dijabat oleh orang yang sama lebih dari dua masa jabatan.
Berdasarkan teori-teori sistem presidensial di atas, karakteristik sistem presidensial dapat disimpulkan seperti berikut. Pertama, posisi presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Sehingga posisi presiden kuat dan mandiri. Tidak ada institusi lebih tinggi dari presiden kecuali konstitusi secara hukum dan rakyat secara politik. Kedua, sumber legitimasi pemerintahan berasal dari rakyat bukan dari parlemen karena presiden dipilih langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum untuk masa jabatan yang tetap. Ketiga, presiden tidak bertanggungjawab pada parlemen sehingga secara politik presiden tidak dapat dijatuhkan (impeachment) oleh parlemen, begitu juga sebaliknya presiden tidak dapat membubarkan parlemen. Dan keempat, presiden berwenang mengangkat dan memberhentikan para menteri, oleh karena itu para menteri bertanggung jawab kepada presiden bukan dan tidak bertanggung jawab kepada parlemen.
Sistem Presidensial setelah Amandemen UUD 1945
Rumusan UUD 945 sebelum amandemen telah memuat 2 karakteristik sistem presidensial. Pertama, posisi presiden sebagai kepala negara sekaligus kepala pemerintahan. Kedua, hak prerogatif presiden untuk mengangkat menteri. Namun demikian, sistem presidensial tersebut belum murni. Hal ini karena mekanisme pemilihan presiden belum dipilih secara langsung oleh rakyat dan masa jabatan presiden belum bersifat tetap. Semangat untuk melaksanakan pemurnian sistem presidensial di Indonesia baru dimulai pada era reformasi ini, seiring dengan amandemen UUD Negara RI Tahun 1945 untuk keempat kalinya.
Setidaknya ada 4 hal utama yang memperkuat pelembagaan sekaligus pemurnian sistem pemerintahan presidensial di Indonesia berdasarkan UUD Negara RI Tahun 1945. Pertama, pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden, sehingga masa jabatannya tetap. Kedua, penguatan posisi parlemen dengan harapan fungsi check and balance dapat berjalan ketika berhadapan dengan lembaga eksekutif. Ketiga, pelembagaan sistem pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung. Keempat, presiden dan wakil presiden tidak bisa dijatuhkan oleh parlemen secara politik.
Pemurnian Sistem Presidensial | Pengaturan Dalam UUD Negara RI Tahun 1945 |
Masa jabatan presiden dan wakil presiden tetap. | Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan (pasal 7). |
Penguatan posisi lembaga legislatif. |
|
Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat. | Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat (Pasal 6A Ayat 1) |
Presiden dan wakil presiden tidak bisa dijatuhkan oleh parlemen secara politik. | Presiden dan atau Wakil Presiden hanya dapat diberhentikan dalam masa jabatannya apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan atau Wakil Presiden. (Pasal 7A) |