Hari ini saya tertarik menelisik nama Presiden RI pertama kita, khususnya mengenai perbedaan ejaan yang ada di teks: Soekarno atau Sukarno. Sebenarnya sudah lama saya bertanya-tanya mengenai perbedaan ejaan itu, tapi rasa penasaran saya ini akhirnya dapat saya tuangkan di sini berawal dari posting mengenai kritik Kusno untuk Film Soekarno: Indonesia Merdeka, yang ditanggapi oleh teman saya sebagai berikut:
Gatot Malady:
dari Pak Dosen: judul Soekarno sudah salah kaprah, karena sejak 1947 dokumen negara menyebut Sukarno.Berhubung sekarang saya nyantrik di internet, tidak di sekolah, mau tidak mau saya menanyakannya pada bapa guru saya: Mbah Google. :D
Presiden Sukarno dan Menteri Luar Negeri, H. Agus Salim, di pengasingan (Foto: Koleksi TropenMuseum) |
Menurut Wikipedia, Koesno Sosrodihardjo adalah nama lahir pemberian orang orangtuanya. Ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya (dalam buku Peter Kasenda, Sukarno Muda: Biografi Pemikiran 1926-1933). Menurut Tribunnews.com, pergantian nama Koesno menjadi Soekarno dilakukan di Dusun Krapak, Desa Pojok, Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri. Pergantian nama itu dilakukan oleh ayahnya, RM Soekemi Sosrodihardjo, di rumah ayah
angkatnya, RM Soemosewoyo, yang juga masih kerabat ayahnya. Dalam hal ini, RM Soeharyono merupakan ahli waris RM Soemosewoyo. Berhubung Koesno kecil sering
sakit-sakitan, RM Soemosewoyo bersedia mengobati sakitnya Koesno asal
orangtuanya memenuhi dua syarat yang diajukan, yakni namanya harus
diganti dan diambil menjadi anak angkat. Syarat itu disetujui oleh RM Soekemi yang kemudian mengganti nama
anaknya menjadi Soekarno sekaligus menjadi anak angkat RM Soemosewoyo
saat berusia dua tahun. (Lihat ada perbedaan tahun yang saya beri cetak tebal).
Asal Usul Nama Soekarno dan Sukarno
Dalam buku biografi Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat yang merupakan penuturan langsung Bung Karno dan ditulis Cindy Adam, Bung Karno menceritakan latar belakang pergantian nama itu sebagai berikut:"Nama kelahiranku adalah Kusno. Aku memulai hidup ini sebagai anak yang penyakitan. Aku mendapat malaria, disenteri, semua penyakit dan setiap penyakit. Bapak menerangkan, "Namanya tidak cocok. Kita harus memberinya nama lain supaya tidak sakit‐sakit lagi. "*)Sementara itu, Paman Wiki mengatakan bahwa Soekarno mengganti namanya sendiri menjadi Sukarno berdasarkan ejaan baru resmi di Indonesia sejak 1947 (Ejaan Republik atau Ejaan Suwandi). Keputusan atau Ketetapan Presiden periode 1947-1968 mencetak nama beliau berdasarkan Ejaan 1947 tersebut. Namun demikian, ejaan lama Soekarno yang berdasarkan ortografi Belanda masih sering dipakai oleh masyarakat ramai terutama seperti dijelaskan oleh Bung Karno sendiri di atas adalah karena tanda tangan beliau yang berupa nama tetap memakai ejaan lama. Salah satu yang menggunakan nama ejaan "oe" tiada lain adalah film Soekarno: Indonesia Merdeka di atas. Saya sendiri tidak tahu latar belakang diksi tersebut. Tetapi jika saya boleh menebak, nampaknya sutradara memilih nama yang menggunakan ejaan lama ini untuk memberikan kesan "tempo doeloe" atau jadul (sok tahu, hehehe). Demikianlah asal usul nama-nama Sukarno.
Bapak adalah seorang yang sangat gandrung pada Mahabharata, cerita klasik orang Hindu jaman dahulu kala. Aku belum mencapai masa pemuda ketika bapak menyampaikan kepadaku, "Kus, engkau akan kami beri nama Karna. Karna adalah salah seorang pahlawan terbesar dalam cerita Mahabharata."
"Kalau begitu tentu Karna seorang yang sangat kuat dan sangat besar," aku berteriak kegirangan.
"Oh, ya, Nak," jawab bapak setuju, "juga setia pada kawan‐kawannya dan keyakinannya, dengan tidak mempedulikan akibatnya. Tersohor karena keberanian dan kesaktiannya. Karna adalah pejuang bagi negaranya dan seorang patriot yang saleh."
"Bukankah Karna berarti juga 'telinga'?" aku bertanya agak kebingungan.
"Ya. Pahlawan perang ini diberi nama itu disebabkan kelahirannya. Dahulu kala, sebagaimana dikisahkan oleh Mahabharata, ada seorang puteri yang cantik. Pada suatu hari, selagi bermain‐main dalam taman, puteri Kunti terlihat oleh Surya, Dewa Matahari. Batara Surya hendak bercinta‐cintaan dengan puteri itu, oleh sebab itu dia memeluk dan membujuknya dengan keberanian dan cahaya panasnya. Dengan kekuatan sinar cintanya, puteri itupun mengandung sekalipun masih perawan. Sudah tentu perbuatan Dewa Matahari terhadap perawan yang masih suci itu diluar perikemanusiaan dan menimbulkan persoalan besar baginya. Bagaimana caranya mengeluarkan bayi tanpa merusak tanda keperawanan puteri itu. Dia tidak berani memetik gadis itu dengan memberikan kelahiran secara biasa. Apa akal ......... Apa akal. Ah, persoalan yang sangat besar bagi Batara Surya. Akhirnya dapat dipecahkannya, dengan melahirkan bayi itu melalui telinga sang puteri. Jadi, karena itulah pahlawan Mahabharata itu dinamai Karna atau 'telinga'."
Sambil memegang bahuku dengan kuat bapak memandang jauh kedalam mataku.
"Aku selalu berdo'a," dia menyatakan, "agar engkaupun menjadi seorang patriot dan pahlawan besar dari rakyatnya. Semoga engkau menjadi Karna yang kedua."
Nama Karna dan Karno sama saja. Dalam bahasa Jawa huruf "A" mendjadi "O". Awalan "Su" pada kebanyakan nama kami berarti 'baik', 'paling baik.' Jadi Sukarno berarti pahlawan yang paling baik. Karena itulah maka Sukarno menjadi namaku yang sebenarnya dan satu‐satunya. Sekali ada seorang wartawan goblok yang menulis, bahwa nama awalku adalah Ahmad.**) Sungguh menggelikan. Namaku hanya Sukarno saja. Memang dalam masyarakat kami tidak luar biasa untuk memakai satu nama saja. Waktu di sekolah tanda tanganku dieja Soekarno —menurut ejaan Belanda (Ejaan van Ophuijsen). Setelah Indonesia merdeka aku memerintahkan supaya segala ejaan "OE" kembali ke "U". Edjaan dari perkataan Soekarno sekarang menjadi Sukarno. Akan tetapi, tidak mudah untuk merubah tanda tangan setelah berumur 50 tahun jadi kalau aku sendiri menulis tanda tanganku, aku masih menulis S‐O‐E.
*) Dalam tradisi Jawa, pergantian nama anak biasa dilakukan oleh orangtuanya terutama pada anak yang sering sakit karena dipandang tidak kuat menyandang nama.
**)Menurut Wikipedia, hal ini terjadi karena ketika
Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan
bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti
kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu
nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang
lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno.