Mungkin tidak hanya saya saja yang penasaran dan heran jika pertama kali melihat tulisan baliho yang ada di depan masjid Daarush Shalihin pinggir Jalan Pattimura, Kelurahan Temas, Kota Batu ini: "Masjid Dijual 1 Juta/M²"
|
|
Setidaknya, pertanyaan mengapa masjidnya dijual pasti akan terlintas di benak pembacanya yang melintas Jalan Pattimura, Kota Batu. Hal itu sudah terbukti, di beberapa media massa online juga sempat heboh mendiskusikan layak tidaknya tulisan baliho sensasional itu. Yang sudah paham mungkin hanya akan tersenyum sesaat setelah membacanya. Yang tidak paham maksud tulisan masjid dijual ini bisa jadi akan protes bahkan marah.
Latar Belakang Pemasangan Baliho "Masjid Dijual 1 Juta/M²"
Seperti telah disampaikan Ketua Panitia Pembangunan Masjid Daarush Shalihin, Hasan Djumain, panitia pembangunan masjid
mengakui kesulitan menggalang dana. Di
tengah kebuntuan itu, ide untuk membuat
tulisan sensasional itu muncul. Hasilnya bukan saja tulisan itu sangat efektif menarik perhatian orang, tapi juga jitu dalam penggalangan dana. Terbukti sejak dipasangnya tulisan "Masjid Dijual 1 Juta/M²" ini para donatur berdatangan demi memberikan sumbangan dan membeli tanah hingga akhirnya tanah terjual habis dan mewakafkannya untuk pembangunan masjid tersebut. (sumber: KIM WARKOP KWB)
Protes tidak menyetujui kata "Jual Masjid" di atas?
Keberatan masjid dijual |
Bagaimanapun juga, perdagangan memang merupakan salah satu mata pencaharian manusia. Untuk manusia yang hidup di negara modern seperti kita ini, kita tidak dapat menghindar dari jual-beli (kecuali hidup di daerah terpencil yang masih menggunakan sistem barter atau bahkan berburu untuk mendapatkan barang yang diinginkannya). Demikian dominannya praktik jual beli di kehidupan ini, membuat manusia demikian terhegemoni dengan jual-beli dan uang. Itu diabadikan dalam Al-Quran:
Bukhari dan Muslim mengetengahkan sebuah hadis melalui Jabir r.a. yang menceritakan, bahwa Nabi SAW. sedang berkhutbah pada hari Jumat, tiba-tiba datanglah rombongan pembawa dagangan yang langsung menggelar dagangannya. Maka orang-orang pun keluar menuju kepadanya, sehingga tiada orang yang bersama Nabi saw. melainkan hanya dua belas orang saja yang masih tetap bersamanya. Maka Allah menurunkan firman-Nya, "Dan apabila mereka melihat perniagaan atau permainan, mereka bubar menuju kepadanya dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhutbah). Katakanlah: “Apa yang di sisi Allah adalah lebih baik daripada permainan dan perniagaan”" (Q.S. Al-Jumu'ah: 11)
Ayat ini menyadarkan kita bahwa perniagaan memang seringkali membuat kita terlena. Membaca ayat itu, sebagian dari kita merasa kata jual, beli, belanja, tawar-menawar, dan komersial lain tidak pantas serta bertolak belakang untuk hal-hal keagamaan, pendidikan, dan sebagainya. Tapi kalau saya tidak keliru, kekhawatiran itu terbantahkan oleh penjelasan dan teladan Al-Quran. Selain menggunakan kosakata perniagaan, Al-Quran juga menjelaskan bahwa sebenarnya ada jual-beli yang mulia. Penggunaan kata-kata jual beli yang mengandung daya tarik bagi manusia ini dicontohkan dalam Al-Quran, yaitu ketika Allah menurunkan ayat 10 surat Ash-Shaff:
"Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?" (Q.S.
Ash-Shaff : 10)
Imam Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Said bin Jubair
yang menceritakan, bahwa sewaktu ayat tersebut diturunkan (yaitu Q.S.
Ash-Shaff : 10), lalu orang-orang muslim berkata, "Seandainya kami
mengetahui tentang perniagaan itu, niscaya kami akan memberikan harta
benda dan keluarga kami demi untuknya."
Persis seperti baliho yang terpasang di muka masjid Daarush Shalihin di atas, kata perniagaan (tijarah) dalam ayat itu menimbulkan sensasi bagi muslim yang menyimaknya untuk mengetahui lebih jauh seperti apa gerangan perniagaan yang dimaksud.
Maka kemudian turunlah ayat selanjutnya:
"(Yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya" (Q.S. Ash-Shaff: 11)
Selain saya jadikan contoh penggunaan kata perniagaan, ayat tersebut juga menjelaskan bahwa perniagaan yang diridhai adalah berjihad di jalan Allah, termasuk membeli tanah wakaf untuk masjid. Jadi, penggunaan baliho dan isinya sesuai dengan ayat ini.
Di ayat-ayat Quran lain seperti dalam Surat Al-Baqarah ayat 261 dan seterusnya (silakan cek sendiri saya tidak hafal), juga digunakan kata "nafkahkanlah hartamu", yang pada terjemahan sering dipakai kata "belanjakanlah hartamu" karena pada dasarnya infaq berasal dari kata "anfaqa" yang bisa berarti mengeluarkan suatu harta untuk suatu kepentingan", sama dengan kata "belanja" dalam bahasa Indonesia yang artinya "mengeluarkan uang untuk suatu keperluan".
Di ayat-ayat Quran lain seperti dalam Surat Al-Baqarah ayat 261 dan seterusnya (silakan cek sendiri saya tidak hafal), juga digunakan kata "nafkahkanlah hartamu", yang pada terjemahan sering dipakai kata "belanjakanlah hartamu" karena pada dasarnya infaq berasal dari kata "anfaqa" yang bisa berarti mengeluarkan suatu harta untuk suatu kepentingan", sama dengan kata "belanja" dalam bahasa Indonesia yang artinya "mengeluarkan uang untuk suatu keperluan".
Mungkin dengan banyaknya ayat yang menganjurkan membelanjakan harta di jalan Allah dan contoh 'kata-kata sensasional' pada ayat 10 Surat Ash Shaff di atas, panitia pembangunan masjid Daarush Shalihin memutuskan untuk memasang baliho "Masjid Dijual 1 Juta/M²". Menurut saya, ini adalah seruan untuk berbuat kebajikan, bukan tindakan meminta-minta yang justru telah dihindari oleh panitia pembangunan masjid tersebut dengan pemasangan baliho ini. Tentu saja yang dimaksud adalah membelanjakan hartanya di jalan Allah, yaitu membeli tanah waqaf untuk pembangunan masjid. Satu meter persegi atau lebih kecil daripada itu tidak mengapa, karena dalam beberapa hadits disebutkan:
“Barang siapa yang membangun satu
masjid untuk Allah (pada hadits lain disebutkan "walau seperti sarang
burung atau lebih kecil dari itu"), maka Allah akan membangunkan
untuknya satu rumah di surga.”
Hadits ini kiranya pun jelas merupakan ajakan jual-beli manusia dengan Allah.
Baik hadits maupun ayat di atas secara transparan dan terang-terangan mengajak kita untuk membelanjakan harta di jalan Allah (bukan secara diam-diam). Pada prinsipnya muslim tidak perlu malu karena memang ada perniagaan yang diridhai oleh Allah, yang salah satunya adalah menyisihkan harta demi pembangunan masjid. Tindakan membelanjakan harta di jalan Allah itu boleh secara diam-diam maupun terang-terangan (lihat Q.S. Al-Baqarah 274). Yang tidak diperkenankan itu adalah tindakan membelanjakannya yang didasari riya', ingin dilihat, ingin dipuji.
Terakhir, dalam menyerukan untuk membelanjakan harta di jalan yang benar, Allah menutup ayat Q.S. Al-Baqarah 265 dengan: " ...Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat."
Artinya, Dia mengetahui apakah niat yang menyertai infaq atau usaha lain yang dilakukan manusia, dengan ikhlas atau riya', atau bahkan cuma sekadar kata-kata belaka tanpa tindakan nyata seperti saya di sini. :)
Sekian, jika ada salah mohon yang lebih paham mengoreksi.