Pertanyaan mengenai kebosanan terhadap pasangan yang terjadi pada orang-orang berkeluarga akhirnya terjawab pagi itu saat saya mengunjungi rumah mertua di Denpasar. Di rumah beliau, saya membaca Bali Post dan tertarik dengan
salah satu artikelnya mengenai Coolidge Effect (edisi tanggal berapa saya lupa).
Presiden dan Ibu Calvin Coolidge |
Istilah
itu berasal dari lelucon tentang Calvin Coolidge, pada waktu
menjabat presiden Amerika Serikat. Dikisahkan Calvin Coolidge dan istrinya berkunjung
ke sebuah peternakan. Saat terpisah dengan Calvin, Ibu Presiden
mengamati seekor ayam jantan yang terlihat sangat sering mengawini ayam
betina. Ibu Presiden bertanya ke peternak, "Seberapa sering itu
terjadi?" Dengan bangga si peternak menjawab "Sepanjang hari dan setiap
hari." Ibu Presiden berkata, "Kalau datang nanti, ceritakan hal ini
pada Bapak."
Sesuai pesan Ibu presiden, ketika akhirnya Calvin datang, si peternak menceritakan masalah itu.
Presiden bertanya, "Selalu dengan ayam yang sama?" Jawab si peternak,
"Oh, tidak, Bapak. Selalu dengan ayam betina yang berbeda."
Presiden lalu berkata, "Kalau begitu, ceritakan hal ini pada Ibu."
Akhirnya saya browsing di internet dan saya temukan artikel menarik tentang Coolidge Effect di blog psikologi Panah Beracun Si Cupid yang saya terjemahkan di bawah.
Tanpa Coolidge Effect, takkan ada Pornografi Internet
Diterbitkan 8 Agustus, 2011 oleh Gary Wilson
Coolidge Effect merupakan program biologis purba yang bisa mengesampingkan masalah kepuasan yang menurun pasca-orgasme (loyo) apabila ada pasangan baru yang memohon untuk dibuahi (mengajak berhubungan seksual). Mekanisme neurologis ini menerima setiap kemungkinan rangsangan erotis baru – termasuk yang ada di layar komputer – sebagai kesempatan genetis yang berharga, dan memicu untuk beraksi melalui potensi neurokimiawi.
Binatang Bosan pada Pasangannya
Stuktur otak |
Tikus jantan itu terus mencari betina baru karena dorongan gelombang
dopamine (neurokimiawi) di otaknya. Tak ada proses alamiah yang bisa
melepaskan sebegitu banyak dopamine seperti halnya seks, karena keinginan gen
untuk lestari di masa depan berada di atas segalanya. Gelombang dopamine
memerintahkan tikus jantan itu agar jangan sampai meninggalkan betina
yang siap kawin tanpa dibuahi.
Dopamine adalah “harus bisa”-nya neurokimiawi di balik semua motivasi. Tanpa itu, tak ada kepedulian untuk mencari pasangan, mengejar klimaks, bahkan untuk makan sekalipun. Saat dopamine turun, motivasi pun turun. Dopamine jugalah "si penagih" dari semua kecanduan. Otak seorang pecandu berkembang kurang sensitif terhadapnya, dan maka dari itu, secara paradoks, semakin mati-matian menginginkannya.
Percobaan Coolidge Effect pada tikus |
Manusia Menyukai Hal-hal Baru yang Masuk di Kehidupannya
Tidak seperti tikus, manusia adalah pengikat pasangan. Kita terhubung,
khususnya untuk membesarkan keturunan bersama—dan menemukan satu ukuran
kepuasan yang cukup dalam ikatan kita (secara
potensial). Akan tetapi Coolidge Effect juga menghantui dalam diri kita,
dan bisa bangkit kapan saja saat ada godaan yang cukup keras memicunya. Seorang pria yang hidup di Los Angeles bertutur tentang pengalamannya. "Aku
berhenti setelah meniduri 350 wanita," demikian pengakuannya, "dan aku menduga pasti ada sesuatu yang salah dan demikian kacaunya pada diriku
karena aku selalu begitu cepatnya kehilangan ketertarikan seksualku pada
mereka. Padahal, beberapa di antara mereka benar-benar cantik." Ketika itu, istrinya baru saja
meninggalkannya demi seorang pria Perancis dan dia sangat terpukul.
Istrinya tidak tertarik lagi padanya.
Erotisme di dunia online dapat merangsang para penggunanya tanpa belas kasihan.
“Pasangan seksual” baru yang tanpa berkesudahan membuat gelombang dopamine terus
menggelora. Seorang pria memperhatikan bagaimana kesenangan akan hal-hal baru itulah
yang membuat dirinya kecanduan:
"Aku mengoleksi banyak video porno. Kupikir aku sedang menimbun beberapa
database kenikmatan yang demikian indahnya. Tapi aku ternyata tak pernah
membongkarnya kembali. Hal yang terus menarik buat diriku adalah bintang
baru, video baru, dan adegan baru."
Tidaklah mengejutkan begitu banyak penelitian yang memakai pornografi
menunjukkan bahwa manusia dan tikus tidak ada bedanya ketika berada pada
respon terhadap rangsangan seksual baru. Sebagai contoh, ketika
peneliti Australia menampilkan film erotis yang sama berulang-ulang, laporan subyektif dari para partisipan menunjukkan penurunan
dalam hal kemampuan bangkitnya minat seksual. “Itu-itu saja” jadi membosankan
(pembiasaan yang menunjukkan penurunan dopamine).
Setelah melihat 18 kalinya—pada saat para partisipan tertidur karena bosan— peneliti
memperkenalkan film baru pada tampilan ke-19 dan 20. Ternyata benar!
Para partisipan kembali terangsang. (wanita pun
menunjukkan efek yang sama.)
Dopamine melanda ketika ada sesuatu yang baru—khususnya jika itu berkenaan dengan seks. Sebuah bagian dari otak tidak peduli apakah
kita sudah mendapatkan seks lebih dari cukup. Keinginannya semata
produksi genetika. Contohnya adalah kasus Sooty, seekor kelinci percobaan jantan,
yang menerobos kandang 24 ekor betina. Setelah tertahan selama berhari-hari
di sana, akhirnya dia kelelahan. (Riset pada binatang pengerat lain
menunjukkan kepulihan total otaknya membutuhkan waktu tujuh hari, dan
penelitian pada manusia juga mengungkap satu siklus pasca-ejakulasi
selama sekurang-kurangnya 7 hari.)
Mengapa Terjadi Impotensi pada Para Pengguna Pornografi Internet?
Gen Sooty bagaimanapun bahagia; dia menjadi ayah bagi 42 bayinya.
Kesempatan semacam itu jarang terjadi pada pejantan spesies lain, tetapi
Coolidge Effect menjamin bahwa bila muncul kejadian semacam itu,
pejantan takkan mempedulikan keterbatasan alamiahnya dan akan terus
melakukannya hingga lemas.
Jelasnya, jantan memerlukan waktu untuk memulihkan potensi dan
kekuatannya setelah mengesampingkan mekanisme kejenuhan seksual mereka
dengan dopamine akibat kesenangan akan sesuatu yang baru. Namun apa yang terjadi pada pengguna
situs-situs porno sekarang ini? Berapa banyak di antara mereka yang
mengesampingkan mekanisme kejenuhan seksual bawaan mereka—tanpa memberi
waktu bagi diri mereka istirahat selama seminggu untuk memulihkannya?
Pasti akan selalu ada “pasangan” lain yang menggoda dan menuntut untuk dibuahi. Dapat dikatakan, ketika para pria yang mengalami disfungsi
ereksi akibat bujukan pornografi berhenti mengonsumsi pornografi, mereka
mengalami satu “garis datar” yang membuatnya lemah. Sekali mereka
meninggalkan "dapur pacu" itu, libido mereka akan tidur selama
berminggu-minggu—sebuah versi ekstrim dari periode pemulihan Sooty.
Berlanjut ke Mengapa Pornografi Membuat Kecanduan?
Berlanjut ke Mengapa Pornografi Membuat Kecanduan?